Sabtu, 12 Februari 2011

nasib sial (-_-")

Aku duduk sendirian sambil celingak-celinguk. Untuk kesekian kali nya aku melihat jam. Setengah 4 sore. Aku mendengus kesal. Kata mereka harus berada di depan Mirota Kampus jam setengah 3. Ini sih sudah lewat satu jam dari waktu yang di tentukan. Aku memperhatikan barang bawaan ku. Dua kardus, dua tas tangan, dan satu tas travel. Untuk ukuran bawaan satu orang, ini memang agak kelawatan. Habis mau bagaimana lagi, orang-orang rumah banyak titipannya.


Aku segera berdiri ketika melihat sebuah bis malam berwarna ungu melintas di depan ku. Akhirnya datang juga. Lho, lho. Kok berhenti nya jauh sekali? Ya ampun, aku harus membawa barang segini banyak sendirian ke sana? Yang benar saja. Aku celingukan mencari kondekturnya. Aku melambaikan tangan saat kondektur itu menoleh ke arah ku dan memberi isarat agar dia membantu ku membawakan barang. Tapi dia malah pura-pura tidak lihat. Awas kau nanti, umpat ku dalam hati. Akhirnya, mau tidak mau, aku membawanya sendiri.

Dua tas tangan aku sampirkan di bahu kiri dan kanan, tas travel dan satu kardus yang lebih ringan kubawa dengan satu tangan. Kardus yang lebih berat kubawa dengan satu tangan. Duh, orang-orang memperhatikan ku. Aku merasa lebih mirip kuli panggul dari pada penumpang.


“Sini mbak, saya bantu,” kata kondektur bis itu begitu aku sampai disana.


Aku mencibir. “Kalau mau bantu dari sana dong mas,” kata ku kesal. Aku melemaskan otot-otot setelah semua barang ku masuk bagasi, kecuali tas tangan ku tentu saja. Begitu aku naik ke bis, aku mendapatkan seorang ibu-ibu tua dan gemuk duduk dengan nyamannya di kursi ku. Dari perawakannya, kelihatan sekali orang Bali asli. Lihat saja tas nya, ya ampun, ini kan yang biasa di pakai ke pasar?


Aku tersenyum dan mengangguk ketika ibu itu menatapku. Berharap supaya dia merasa sedang menduduki kursi ku. Tapi dia malah balas tersenyum kemudian menatap kedepan. Aku mendengus. Aku duduk di sebelah nya. Siapa tau sebenarnya kursi nya yang ku duduki ini, jadi dia akan sadar kalau dia salah kursi.


“Ehem,” aku bedeham sambil melirik nya. Dia masih asik memperhatikan jalan. Ibu ini kayak nya pura-pura tidak tau deh. Ya sudah lah. Relakan saja. Sebenarnya aku lebih suka duduk didekat jendela, karena bisa tidur bersandar di jendela. Lagipula aku tidak akan terganggu kalau ada orang mau keluar masuk. Aku tidak suka tidur ku di ganggu. Dan kursi itu sudah sengaja ku pesan sebulan yang lalu agar tidak kehabisan.


Aku mengambil posisi nyaman untuk tidur. Semoga saja ibu ini tidak rewel dan mengajakku bicara. Aku paling tidak bisa tidak tidur didalam bis. Tiba-tiba aku mencium sesuatu. Hm, hm. Bau ini. Bau yang sangat ku benci. Minyak telon. Aku membuka mata dan melirik ke sebelah. Dan benar saja, ibu itu sedang menggosokan minyak ke sekitar dahi dan leher nya. Duh, ini yang aku takutkan kalau duduk dengan ibu-ibu tua. Bau nya khas bikin mulas.


“Mau gek?” kata nya sambil menyodorkan minyak itu.


Aku berkerut. “Tidak. Terima kasih.” Aku kembali memejamkan mata. Tahan saja, batinku. Baru aku menikmati detik-detik nyaman akan tertidur, ibu disebelahku bersuara lagi.


“Mau kemana gek?”


Mata ku masih terpejam. Di bicara pada ku? Kalau iya, aku pura-pura tidak dengar saja deh. Anggap saja aku sudah tidur. Tiba-tiba aku merasa lenganku disenggol. Sabar. Aku membuka mata dan tersenyum. Dia mengulangi pertanyaan nya.


“Saya ke Denpasar, Ibu kemana?” Tanya ku basa-basi.


“Tabanan,” aku mengangguk dan tersenyum. Dalam hati aku bersyukur dia akan turun lebih dulu nanti. Aku berpura-pura menguap lalu mengambil posisi tidur lagi. Berharap dia mengerti kalau aku tidak mau di ganggu. Tiba-tiba ibu itu bersendawa keras sekali. Dia tertawa sendiri. Mungkin menertawakan dirinya yang tidak bisa mengontrol sikap. Aku pura-pura tidak dengar saja. Aku kan sedang tidur.


Dan ternyata perjalanan kali ini tidak seperti yang kuharapkan. Sepanjang perjalanan ibu itu terus mengoceh dengan logat Bali kental. Entah bicara pada pak supir, kondektur bahkan sesekali menyenggolku minta pendapat. Dan aku menahan sakit kepala karena tidak bisa tidur tenang sepanjang perjalanan. Apalagi kalau bukan karena suara nyaring dan bau minyak telon yang terus ditambah setiap jam nya. Anggap saja aku sedang tidak beruntung kali ini.

Rabu, 09 Februari 2011

Aku Jatuh Cinta

Ini bukan tulisan yang aku rangkai sendiri kata-katanya. ini cuma sebuah lagu. lagu yang sebenernya udah lama aku denger. mungkin sekarang udah ga pernah lagi di puter di radio, di acara-acar musik di TV atau iseng-iseng di dengerin sama penggila musik. tapi entah kenapa aku masih nyimpen lagu ini di playlist hape ku sejak dulu.

aku memang suka lagu ini. aku selalu berusaha menyanyikannya dengan baik, walaupun sampai sekarang belum bisa. aku hanya sekedar menyukai suara penyanyinya, liriknya, musiknya dan setiap bait yang ada di lagu ini. tapi, sejak 6 januari kemarin, aku untuk pertama kalinya-setelah beribu-ribu kali mendengarkan lagu ini-menangis mendengar lagu ini. sejak 6 januari, lagu ini seperti punya sosok di dalam nya. sosok yang bisa membuatku meneteskan air mata setiap mendengarnya.

baca lirik ini, jangan di nyanyikan. supaya kamu paham apa makna nya.

awalnya ku tak mengerti apa yang sedang ku rasakan
segalanya berubah dan rasa rindu itu pun ada
sejak kau hadir di setiap malam ditidurku
aku tau sesuatu sedang terjadi padaku

sudah sekian lama ku alami pedih putus cinta
dan mulai terbiasa hidup sendiri tanpa asmara
dan hadir mu membawa cinta sembuh kan lukaku
kau berbeda dari yang ku kira

aku jatuh cinta kepada dirinya
sungguh-sungguh cinta, oh apa adanya
tak pernah ku ragu namun tetap slalu menunggu
sungguh aku jatuh cinta kepadanya..

coba, coba dengarkan apa yang ingin aku katakan
yang selama ini sungguh telah lama ku pendam
aku tak percaya membuat ku tak berdaya
tuk ungkapkan apa yang ku rasa...

lagu ini sekarang punya sosok. aku tidak berharap sosok itu membaca post ini :)

Sabtu, 05 Februari 2011

rasa ini buat kamu

Hei, kamu yang selalu membuatku sesak dengan segala rasa rindu ini..

Hari ini aku kembali teringat akan kamu. Kamu yang selalu berusaha aku hapus dari memori ku. Kamu yang selalu membuat ku ingin meneriakkan kata-kata “aku rindu kamu”. Kamu yang sekarang mungkin sudah tidak lagi mengingatku sebagai orang yang dulu selalu kamu rindukan. Aku tersiksa dengan perasaan ini, kalau kamu mau tau.

Kamu yang membuat ku merasakan semua ini dan kamu juga yang membuat ku terpaksa melupakan perasaan yang sekarang tumbuh merambati seluruh organ tubuhku. Aku terikat. Terikat oleh perasaan yang menggerogoti otak dan seluruh syarafku ini.

Saat ini yang aku inginkan hanya satu. Aku ingin bertemu denganmu. Aku menginginkan hal itu sampai aku ingin mati rasanya. Dada ku bergemuruh dan mungkin akan meledak karena rasa rindu ini. Kamu sudah tidak merasakannya kan? Ya, aku tau. Tapi aku merasakannya. Merasakannya sampai aku tidak bisa merasakan hal lain selain merindukanmu.

Suatu waktu aku berpikir, apakah mungkin akan terjadi keajaiban kamu akan kembali padaku seperti dulu, melupakan seseorang yang sekarang berada di sampingmu. Tapi kemudian aku mengenyahkan pikiran jahat itu. Aku bukan orang yang seperti itu walaupun aku ingin. Aku merasa sakit ditinggalkan oleh mu, dan aku yakin dia juga akan sakit jika kamu meninggalkannya. Cukup satu orang saja yang merasakan ini. Jangan ada lagi.

Pagi ini aku menggeliat di kasurku, berusaha mengenyahkan perasaan yang setiap hari menyelinap masuk ke rongga dadaku dan membuatku sesak ingin berteriak. Apa kamu tau aku sangat tersiksa dengan perasaan ini setiap hari? Mungkin kamu sudah tidak punya lagi tempat untuk memikirkan apakah aku merasakan apapun padamu atau tidak. Kamu sudah terlalu sibuk dengan apa yang kamu miliki sekarang.

Mungkin tidak hanya aku yang berusaha melupakan, kamu pun pada awalnya mungkin akan sulit melupakan apa yang pernah kita jalani. Tapi kamu punya seseorang yang membantumu melupakanku. Sedangkan aku? Aku setiap hari menggeliat di kasur seorang diri tanpa ada yang membantuku mengenyahkanmu dari hati dan otakku. Aku kesulitan. Bisa bantu aku? Lakukan sesuatu yang dapat membuatku benci padamu. Jangan bersikap manis padaku. Jangan menelponku, jangan muncul di jejaring sosial ku, jangan menghubungiku, walaupun aku tau aku akan tersiksa setengah mati jika kamu benar-benar melakukannya.

Kamu tau? Sekarang aku sangat ingin menyentuhmu. Menggenggam tanganmu yang dulu selalu menggenggam tanganku, bersandar di punggungmu yang selalu bisa menenangkanku, menelusuri setiap lekuk wajahmu, mengingat setiap detail guratan diwajahmu, mengusap rambutmu yang jadi favoritku, mencubitmu dengan gemas seperti yang biasa aku lakukan dulu, dan aku ingin memelukmu, hal yang belum pernah aku lakukan karena tembok status yang belum sempat kita beri nama dulu. Dan sekarang tembok itu berlumut.

Kamu tau? Aku selalu merasa ada bongkahan batu di perutku setiap melihat mu bermesraan dengan dia yang sekarang berada di sampingmu. Aku merasa aku hancur setiap hari. Bahkan sebelum aku berhasil menyusunnya kembali, kamu sudah kembali menghancurkanku. Aku sayang kamu. Aku sangat menyayangimu. Sampai aku ingin mati rasanya menahan perasaan ini.

Apa kamu membaca suratku? Ya, semua surat yang kamu tanyakan kemarin memang untukmu. Semuanya tanpa kecuali. Andai kamu membacanya. Andai kamu tau apa yang aku rasakan. Dan aku berharap kamu bisa kembali padaku, terketuk hatimu bahwa kamu ternyata juga menyayangiku. Tapi itu tidak mungkinkan? Aku tau itu tidak mungkin. Tapi pikiran itu selalu meracuni otakku dan menumbuhkan harapan-harapan kosong di langit-langit kamarku.

Apa kamu tau? Bekas mu selalu ada dimana-mana. Di tempat-tempat yang pernah kita datangi, di kos ku, di setiap seluk beluk jalan yang pernah kita lewati dan kamu membekas di hatiku. Membekas seperti noda spidol di baju seragam. Tidak akan bisa dihilangkan kecuali dengan menggunting bagian itu atau membakarnya.

Aku selalu berusaha mencari sosok lain yang bisa membantuku menghapusmu dari memoriku, tapi aku tidak sanggup. Dan memang tidak ada yang sanggup menggantikanmu, apapun alasannya. Dan kelihatannya aku masih belum mau melupakanmu walaupun aku harus. Jadi apa yang harus aku lakukan? Apa? Beritahu aku, dan akan aku lakukan jika itu bisa membuat ku lebih baik. Aku sakit, sangat sakit. Aku sakit dengan semua yang aku rasakan padamu.

Semua lagu seolah membuntuti ku dan selalu meneriakkan namamu. Semua lagu selalu tentangmu. Selalu terkait kamu. Membuatku mau tidak mau mengingatmu. Aku merindukanmu, setengah mati merindukanmu. Aku hanya ingin kamu tau, karna memang tidak ada yang bisa aku lakukan lagi selain itu. Selain hanya sekedar memberitahumu.

Hari ini aku melakukan sesuatu yang selama sebulan ini aku tahan mati-matian, aku hindari mati-matian. Aku membuka album foto kita. Foto yang dulu selama tiga bulan selalu aku pandangi setiap hari, karena aku suka mengingatmu. Mengingatmu membuatku tersenyum dan bahagia. Sekarangpun aku tetap tersenyum, tapi tidak ada kebahagiaan disana. Hanya ada tetesan kesedihan, tangisan menyayat hati dan rasa sesak yang menyiksa. Aku mengingat-ingat apa yang aku rasakan dulu. Di setiap foto ada rasa yang sama. Sayang, rindu dan bahagia. Aku mencoba merasakannya kembali dan itu membuatku tersenyum. Sepersekian detik setelah tersenyum, aku segera menghapusnya. Aku tau itu hanya harapan kosong. Aku tidak boleh mengingatnya. Tapi aku sangat ingin. Melebihi apapun, kalau kamu tau.

Aku rela melihatmu berdua dengannya sekarang, asal aku bisa bertemu denganmu. Melihatmu, mengingatmu, dan menghirup oksigen yang sama dengamu. Aku bahagia. Tolong, bisakah kamu berkata ingin bertemu denganku sekali saja? Sekali saja dan aku ingin melakukan apa yang ingin aku lakukan padamu. Sekali saja.

Sudahlah, kertas ini tidak akan cukup untuk menggambarkan apa yang aku rasakan padamu. Terlalu banyak yang aku rasakan padamu. Dan itu akan terus menggerogotiku dan menyiksaku.

Aku sayang kamu.

Jelek mu-dulu.

Pengikut

Mengenai Saya

Denpasar, Bali, Indonesia
novelis beken n best seller. ada yang mau protes??